Pagi ini penerbangan kami dari Jakarta menuju Tokyo dimulai dari jam 6 pagi yang menandakan kami harus tiba di bandara pukul 04.00. Bersyukurnya semalam kami menginap di Ibis Budget Hotel yang hanya memakan waktu sekitar 10 menit untuk sampai di bandara. Dengan layanan morning call sekitar jam 03.00, kami pun bersiap untuk segera pergi ke bandara.
Sesampainya di Soekarno Hatta Airport terminal 2, suasana sudah ramai dan kami melewati beberapa maskapai yang juga memiliki penerbangan ke Tokyo, di antaranya adalah Cathay Pacific, Garuda Indonesia, dan Japan Airlines. Sebelumnya saya sudah melakukan web check in sehingga proses check in berjalan dengan cepat karena saya tidak memiliki bagasi untuk diproses. Saat check ini, petugas langsung memberikan 2 boarding pass Narita-Itami untuk keberangkatan saya ke Osaka pukul 18.00. Catatan untuk teman-teman, web check in sangat penting untuk dilakukan karena biasanya ada counter khusus yang lebih sepi untuk kita melakukan check in.
Setelah mengambil jatah kopi gratis di Starbucks, kami langsung menuju security check point walaupun waktu boarding masih cukup lama. Dalam perjalanan menuju boarding gate, kami menemukan area untuk istirahat dengan kursi yang cukup nyaman untuk meluruskan kaki sejenak mengingat sejak kemarin kami belum cukup beristirahat.
Mendekati waktu boarding, kami pun sudah ada di boarding gate dan pesawat All Nippon Airways dengan tipe Boeing 767 sudah ada di hadapan kami. Boarding sempat terlambat 5 menit dan pihak maskapai segera minta maaf kepada kami. Di pesawat kami cukup merasa nyaman dan saya langsung dapat tertidur tanpa merasa sakit di bagian leher yang berarti. Makanan di pesawat milik Jepang ini menyajikan 2 menu yaitu Japanese dan Western untuk sarapan. Saran saya pilihlah selalu menu A yang berarti menu Japanese karena rasanya lebih enak. Jika memilih menu B, biasanya selalu dapat roti dan butter layaknya western menu di penerbangan lain. Dalam setiap menu juga disajikan soba dingin untuk melengkapi keseluruhan menu. Dalam penerbangan pagi, tidak terlalu disajikan banyak compliment karena mungkin anggapan maskapai, penumpang belum terlalu lapar.
Saya dan suami kemudian asyik menonton hiburan di televisi dan seperti biasa Mas Supri mengupdate perkembangan perjalanan lewat map yang tersedia. Saya sempat menonton ulang film Devil Wears Prada, Fantastic Beasts, dan juga salah satu episode Detective Conan walaupun akhirnya saya ketiduran :D. Menjelang 2 jam sebelum landing, maskapai memberikan roti isi yang menurut saya rasa paprikanya sangat tajam.
Beberapa saat menuju landing di Narita Airport, rupanya lalu lintas bandara cukup padat sehingga pesawat sempat berputar dan terlambat landing hampir 30 menit. Saya sampai bilang pada Mas Supri “Lebih lama lagi dari ini kayaknya aku throw up deh” karena ini penerbangan terlama saya dan saya udah ga betah ada di pesawat lebih lama lagi. Bersyukur pesawat akhirnya landing dengan selamat walaupun menurut kami landingnya kurang smooth jika dibandingkan penerbangan SQ dengan pesawat A380 yang lebih besar.
Sesampainya di Narita Airport, bandara terlihat lengang dan kami langsung menuju transfer domestik untuk menuju Itami Airport. Sambil bergegas karena jarak pintu kedatangan dan pintu keberangkatan domestik letaknya sekitar 700 meter, saya mengabadikan beberapa moment kedatangan di Narita. Seperti biasa Mas Supri langsung paranoid terlambat jadi dia memburu-buru saya untuk bergegas ke pintu keberangkatan. Hal yang saya pelajari dari sistem penerbangan di Jepang, mereka sangat praktis dalam hal-hal prosedural. Seperti tidak menimbang koper kabin saya dan langsung dipersilakan untuk menuju security check point. Sementara saat saya melakukan penerbangan Malang-Jakarta dengan Sriwijaya Air, mereka bersikeras menaruh koper kabin saya di bagasi karena beratnya 10 kg dengan kata-kata “Yang ini ngga bisa saya biarkan lagi” dan menurut saya sungguh lebay.
Sambil menunggu penerbangan selanjutnya, saya memanfaatkan wifi gratis di Narita Airport. Di pesawat menuju Itami, Osaka, pesawat dengan tipe Boeing 767 ini tidak memiliki televisi karena merupakan penerbangan singkat sekitar 1 jam 20 menit. Penerbangan ini juga hanya menyediakan compliment berupa minuman segar tanpa snack. Dalam hal ini Garuda masih menang ya karena pasti dikasih roti 😀
Sesampainya di bandara Itami (lagi-lagi landingnya ngga smooth) kami bersegera mencari counter airport limousine bus. Sambil bertanya pada petugas bandara kami pun menemukan mesin penjual tiket ke Abenobashi. Harga tiket perorang 640 yen dan langsung dibayarkan pada mesin yang tersedia. Senangnya naik airport limousine bus, koper kami langsung ditangani oleh petugas untuk dimasukan bagasi, jadi kami hanya tinggal naik dan duduk dengan tenang.
Sekitar 30 menit, kami sampai di Abenobashi. Berdasarkan instruksi google map, seharusnya kami mencari stasiun subway Midosuji-Line atau Tennoji Station hanya saja kami ngga bisa menemukan jalan masuknya dan jujur kami sudah lelah untuk mencari dan bertanya. Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki ke hotel kami sekitar 12 menit. Udara pada saat itu cukup menusuk dinginnya sehingga kami segera mengambil syal masing-masing supaya lebih hangat. Puji Tuhan lebih gampang jalan kaki karena hanya tinggal lurus menuju hotel kami yaitu Hotel Taiyo. Di perjalanan kami melihat jalanan yang sudah sepi namun tetap berasa aman karena melihat bagaimana penduduk Osaka juga memarkir mobil sekelas Alphard dan BMW di jalan-jalan tanpa garasi.
Sesampainya di hotel, resepsionis hotel segera menjelaskan hal-hal yang ada di dalam hotel. Hotel Taiyo sendiri merupakan business hotel yang harganya cukup murah jika dibandingkan dengan akomodasi lainnya. Letaknya ternyata persis di depan subway Dobutsuen Mae dan JR Shin Imamiya. Convenient banget!
Setelah beres-beres, saya sudah ga sabar untuk mencoba Ichiran Ramen di Dotonbori yang katanya the world best ramen itu. Dikarenakan belum mengaktifkan JR Pass, kami terpaksa membeli tiket kereta dengan mesin lagi. Seperti biasa walaupun menggunakan bahasa inggris, mesinnya agak sulit dipahami. Bersyukurnya ada bapak-bapak yang mengantri di belakang membantu kami untuk membeli tiket kereta ke Namba. Seneng banget!
Sampai di stasiun Namba kami segera menuju Dotonbori dan langsung mencari Ichiran Ramen. Saya melihat sejumlah antrian di depan Ichiran hanya ngga nyangka karena itu adalah sekelompok orang yang berasal dari antrian yang berada di seberang restoran yang super panjang! Saya sampai hopeless dan ga tega kalau minta Mas Supri harus antri karena waktu itu sudah sekitar jam 9 malam. Tapi Mas Supri bilang “Udah sampai sini, antri aja lah” Akhirnya kami antri dan di sebelah kami ada kedai takoyaki dan Mas Supri memutuskan untuk beli sementara saya tetap antri.
Takoyaki yang Mas Supri beli sungguh menggoda dan bikin saya langsung melahap satu bulatan besar yang masih ngepul-ngepul. Antara kedinginan dan kelaparan, saya ga inget takoyaki ini masih panas banget dan akhirnya terpaksa harus saya keluarkan dari mulut lagi sambil diketawain Mas Supri 😀 Makan takoyaki berdua sambil nunggu masuk lumayan bisa ngganjel perut biar ga emosi, hahaha. Akhirnya setelah sekitar 50 menit, kami bisa masuk ke Ichiran Ramen. Saya memilih kadar Richness dan Strength of Flavour yang maksimal, untuk Red Saucenya saya memilih 1 spoon only karena takut kepedesan. Ga lucu aja gitu sakit perut di hari pertama traveling 😀
Pesanan saya datang dan rasanya…. sungguh nikmat! Beneran deh ini the best ramen in the world. Panas, kaldunya sungguh kerasa, mienya juga enak, aduhh ini nulisnya aja sampe kepengen lagi. Dari agenda saya di Jepang, saya sampai makan Ichiran Ramen 3x, karena emang enak bangettt!
Sehabis makan dari Ichiran, kamipun segera pulang ke hotel untuk istirahat karena agenda besok masih cukup padat. Hari pertama puji Tuhan berjalan dengan lancar, hampir semua itinerary bisa tercapai dan badan ga kerasa terlalu capek. Hal pertama yang saya syukuri dari edisi traveling kali ini adalah saya menemukan penduduk Jepang adalah penduduk yang paling ramah dan sangat gemar menolong. Dari petugas bandara yang pelayanannya super keren (contoh: mencarikan saya paper clip supaya saya bisa ganti sim card) sampai stranger yang membantu kami untuk beli tiket kereta dan memberi tahu dimana kami harus menunggu kereta. Saya salut aja gitu di negara yang justru teknologinya nomor 1 justru mereka tetap peduli sama kebutuhan orang lain. Sementara saya yang kadang masih suka gaptek aja kadang ga peka sama kebutuhan orang-orang terdekat. Kepedulian dan keramahan orang Jepang yang saya temui hari itu membuat saya belajar untuk lebih peka akan orang di sekitar kita, baik yang kita kenal dekat maupun orang asing yang membutuhkan pertolongan. Hal ini juga membuat saya yakin bahwa hari-hari ke depan dalam perjalanan ini pasti akan aman dan nyaman 🙂