Flashback sekilas, waktu kecil, saya udah kebiasaan nyeruput kopi punya Ibu walaupun seringnya dilarang karena belum cukup umur. Kebiasaan ngopi akhirnya makin menjadi waktu kuliah karena teman-teman asrama saya juga suka ngopi.
Nah tiap berkunjung ke luar kota saya selalu tertarik datang ke tempat ngopinya. Tidak harus selalu fancy, yang penting aroma kopinya kerasa. Saya sendiri bukan tipikal penggemar kopi murni tapi pecinta espresso dan susu. Alias kalo udah berapa hari ga minum kopi beneran, mulut rasanya ngga enak. Hariannya kopi instan udah cukup kok buat melek. Sementara Mas Supri itu bisa dibilang maniak kopi walaupun menurut saya kesukaannya sama kopi tuh effortless, ga sotoy. Minum kopi ya minum aja. Ada yang enak, sama yang enak banget. Kadang mau minum pake teknik manual atau mesin tapi seringnya ya diseduh biasa 🙂
Di liburan ini kami menyempatkan datang ke Simetri Coffee Roasters dan Filosofi Kopi yang baru buka di Jogja. Jujur aja saya seneng banget ketika berkunjung ke Simetri Coffee and Roaster. Kesannya homey, barista dan kasirnya juga ramah banget. Mas Supri yang lagi pengen teknik manual akhirnya memesan Ethiopia Kebado dengan pour over. Sebelum dikasih gula, kopinya kerasa udah ada manis-manisnya. Mirip sama % Arabica di Kyoto, mungkin karena sama-sama kopi Ethiopia. Di Simetri ini memang ada macam-macam kopi, baik lokal maupun dari luar Indonesia. Biasanya stoknya juga terbatas jadi enaknya bisa nyobain macam-macam jenis kopi. Saya sendiri memesan flat white sementara Tabita memesan Ice Latte. Senangnya lagi ada promo di Simetri sehingga kami memutuskan memesan brunch yang rasanya juga enak banget. Memang agak lama datengnya tapi komposisi mereka masak sosis dan sayurnya, herbsnya kerasa. Jadi makin enak deh sesi ngobrol sama sama Tabita. Ngga salah deh udah pilih tempat ngopi!
Hal lain yang saya suka dari Simetri Coffee Roasters, tempatnya itu cocok buat siapapun. Lokasi yang di Jogja memang bekas rumah sehingga sekatnya cukup banyak. Walaupun demikian kesannya jadi private. Bagi yang mau belajar dan kerja ada ruangan sendiri yang cenderung tenang, buat yang mau ngobrol curhat heboh lebih cocok di bagian depan, sementara buat yang chilling sama temen, lokasi teras dan halaman belakang juga cocok. Jadi bisa buat mengakomodasi siapa aja!
Hari itu karena janjian sama adik saya pasca dia tur Merapi dan sekitarnya, kami janjian ngopi lagi di Filosofi Kopi. Waktu ke Filosofi Kopi udah sekitar jam 8 malam sehingga saya ngga terlalu heboh foto-foto. Lokasinya sendiri di desa yang mirip banget sama rumah kakek saya di Jogja. Unik aja gitu berasa banget Jogjanya dan pengunjung yang datang malam itu rame banget. Seperti diketahui, dalam buku dan film Filosofi Kopi, ada 3 jenis kopi yang ditawarkan yaitu Perfecto, Tiwus, dan Lestari. Saya sempat bertanya sama kasirnya untuk isi dari 3 varian kopi tersebut. Perfecto sendiri adalah kopi yang berasal dari Ijen, Jawa Timur, sementara Tiwus berasal dari Pengalengan, Jawa Barat. Lestari, yang hanya muncul dalam film adalah kopi dari Kintamani, Bali. Saya dan Carent mencoba Perfecto Ice Cappuccino sementara Mas Supri mencoba Lestari dengan teknik syphon. Kami pun memilih duduk lesehan tepat di depan coffee bar supaya dapat melihat kepiawaian barista meracik kopi. Adik saya sangat senang kami ajak ke Filosofi Kopi karena katanya beda dari coffee shop yang lain. Kami menikmati kopi, Jogja yang lebih adem kala malam, sambil bercerita. Walaupun tempatnya lebih riuh, vibe Filosofi Kopi itu seru dan berasa hidup. Lain kali ke Jogja, pasti saya mampir lagi 🙂
Selain kopi, saya juga senang banget sama dessert. Makanya saya sudah lama ingin mencoba gelato di Il Tempo Gelato. Bagi yang doyan gelato di Gusto Bali, pasti bakal suka juga sama gelato di Il Tempo. Harganya juga kurang lebih sama. Untuk 2 scoops ditawarkan dengan harga 20,000 rupiah sementara dengan cone harganya 25,000. Selama liburan kemarin, saya sampai 2x mengunjungi Il Tempo. Pertama, sehabis mengantar Ayah saya untuk istirahat di hotel, saya jalan kaki ke Il Tempo di Prawirotaman karena letaknya memang dekat dari hotel saya di Greenhost. Kedua kalinya saya mengajak Adik dan Ibu saya menikmati gelato. Ibu saya yang tenggorokannya sensitif terhadap es dan gula buatan, nyatanya aman-aman aja makan Il Tempo Gelato, artinya gelato yang mereka tawarkan selain enak juga sehat 🙂 Rasanya juga beragam, dari yang segar-segar semacam raspberry, guava sampai yang manis kayak Nutella atau coffee. Saya biasanya memadukan yang segar dan manis supaya rasanya lebih pas dan tidak terlalu manis. Seger dan rasanya bikin panasnya Jogja langsung sedikit meleleh kena gelato 🙂