Hmmm… sewaktu saya masih tinggal dan kuliah di Lippo Karawaci, salah satu meeting point kami adalah Times Bookstore. Bukannya apa-apa sih… alasan utamanya adalah bookstore tersebut letaknya tidak terlalu jauh dengan asrama saya dan selagi menunggu saya, Mas Supri bisa sambil baca-baca buku yang ada di sana…
Anyway, alasan saya menulis judul di atas adalah karena terinspirasi oleh satu quotes yang kami lihat di Times Bookstore. Waktu pertama kali kami lihat, quote tersebut ditulis pada selembar poster dengan background sepasang anak kecil. Nah, beberapa waktu lalu saat kami ke sana lagi, quote yang sama ditulis di sebuah bookmark 🙂 Model foto background berbeda tapi tetap sepasang anak kecil. Saat itulah saya langsung catat inspirasi ini di notes handphone biar nggak lupa 😀
Jadi begini respon beliau saat tahu judul blog saya ini:
Mas Supri: Ini tentang mas ya?
Saya: Ya iyalah… ini kan wedding blog ya tentunya ada Mas…
Mas Supri: Mas banyak salah ya?
Saya: Heh? Kok? That`s not the point, dear… (Di titik inilah saya sadar kalau Mas Supri nggak ngeh tentang quote kenangan ini 🙂 )
Ya kembali ke judul blog saya yang terinspirasi sebuah quote, saya sangat setuju dengan pernyataan ini. Mengapa? Karena setiap dari kita pasti bukan manusia yang sempurna. Bukan manusia yang luput dari kesalahan. Pasti pernah melakukan kesalahan. Dan tentunya pastilah kita pernah melakukan kesalahan terhadap pasangan kita. Entah itu sengaja ataupun tidak.
Saya yakin meminta maaf dan memberi maaf itu merupakan dua tindakan yang sama-sama sulit karena dua-duanya membutuhkan ketulusan hati. Asal minta maaf sih gampang. Asal bilang sudah memaafkan juga gampang. Minta maaf dan memaafkan dengan sungguh-sungguh itu yang… agak susah, eh yang bener sangat susah 😉
Saya pribadi pernah dengan asalnya memaafkan dan menganggap lalu suatu masalah. Akibatnya, perasaan saya tetap dongkol dan tidak damai sejahtera. Kecenderungannya saya jadi sering mengungkit-ungkit masalah tersebut. Bersyukur hal ini tidak berlangsung lama karena kami memutuskan untuk menyelesaikan masalah tersebut sampai akarnya. Artinya kalau perlu blak-blakan ya sekalian.
Perlu nangis-nangis juga sekalian (tapi ga perlu sampai pukul-pukulan ya :)) Bahkan memikirkan kemungkinan terburuk pun kami bicarakan. Satu hal yang waktu itu Mas Supri tekankan supaya kami bukan memikirkan hal yang sudah terjadi melainkan cara agar hal tersebut tidak terulang…
Berat? Berat banget (lebih berat dari berat badan saya sehabis liburan :D)
Menurut kami, waktu itu adalah saat terberat dalam hubungan kami 🙂 but finally we learn how to be a good forgiver, not only a forgiver. Dalam poster dan bookmark yang saya lihat, background keduanya adalah sepasang anak-anak…
Pertanyaannya: Kenapa ya anak-anak? Kenapa bukan pasangan remaja, dewasa, atau tua sekalian? Atau mungkin kenapa bukan muka kami? (Hmmm… mungkin berhubungan dengan marketing yang akan susah menjualnya kalo pake muka kami kali ya, haha!)
Saya berpikir mungkin karena anak-anak itu tulus hatinya. Pasti kita sering melihat anak-anak bermain, bertengkar, bahkan sampai menangis… Tapi tidak lama setelah itu mereka pasti saling memaafkan, kembali bermain, dan tidak mengungkit hal yang telah terjadi.
Kami memutuskan dalam penyelesaian masalah untuk menyelesaikan masalah sampai tuntas kemudian tidak akan menyinggung atau mempermasalahkannya lagi (kecuali jika masalah tersebut terulang lagi tentunya…)
Menyinggung masalah terus menerus hanya akan menyakiti kedua belah pihak. Pihak yang melakukan kesalahan akan terus memiliki perasaan bersalah dan pihak yang mengungkit kesalahan juga tidak akan pernah puas dan selalu merasa tersakiti. Satu-satunya jalan menemukan penyelesaian dan berhenti.
Untuk sekarang, mungkin ini langkah yang menurut kami paling efektif karena kami telah mempraktikkannya. Puji Tuhan, masalah yang sudah kami selesaikan tidak pernah kami ungkit lagi dan kembali menyakiti kami. Kesalahan pasti ada di depan langkah-langkah kami namun selama kami mau dengan kerendahan hati meminta maaf dan dengan ketulusan hati memberikan maaf, kami yakin kami pasti mampu melaluinya dengan baik.
Jadi, inilah quote yang mengispirasi saya:
A happy relationship is made up of two forgivers
Bagus kan? 🙂
Saya juga menemukan quote lain tentang forgiveness:
To forgive is the highest, most beautiful form of love. In return, you will receive untold peace and happiness.
The conclusion is nobody perfect. That`s fact. We need forgiveness to make it better 🙂
Di bawah ini merupakan bukti otentik kalau kami pernah melihat quote itu bersama-sama 🙂
Yang motret waktu itu salah satu sahabat saya loh… Namanya Liza 🙂