Pagi ini saya harus menghadapi satu fakta biasa yang membuat sekitar dua puluh ribu rupiah kami sebagai suami istri hangus. Fakta biasa ini menjadi luar biasa karena setelahnya playlist saya memutar lagi “Bagi Tuhan Tak Ada yang Mustahil” dan sisi melankolis yang sudah beberapa waktu ini bersembunyi di balik si Phlegmatic kembali muncul. Hai Melan!
Syukurlah pelukan suami tersayang langsung membuat saya tersadar alasan besar (setelah Tuhan tentunya) yang membuat saya seharusnya kembali tersenyum. Benarlah keputusan saya untuk percaya bahwa bagiNya tak ada yang mustahil.
Dimulai dari pagi menjelang siang saat saya menemukan satu toples permen Sticky di meja saya. Sweetness overload! Beberapa murid di kelas saya bahkan langsung tertarik dengan permen warna-warni di dalamnya. “Ga boleh minta sebelum Teacher tahu dari siapa.” Demi mendapat beberapa bongkah Sticky pun mereka berjuang untuk mencari tahu siapa yang meletakkannya di atas meja saya. Ternyata seorang siswa yang habis bepergian ke Malaysia memberikan saya permen tersebut. Senangnya! Akhirnya saya pun berbagi permen dan euphorianya dengan murid-murid saya. Beberapa dari mereka mau tambah dan tentu saja saya larang karena satu tambah berarti yang lain tambah. Kebanyakkan gula akan berdampak pada berlangsungnya ketenangan di dalam kelas 😉
Setelah itu tak lama kemudian, sahabat saya Tabita datang dan berbagi oleh-oleh dari Jepang yaitu mochi yang merk kanjinya tidak dapat saya baca karena lupa pelajaran Jepang saat SMA 😀 Lagi-lagi saya punya alasan untuk kembali melebarkan senyuman saya dan merasakan kebaikkan Tuhan lewat hal sederhana yang ada. Penghiburan dan pertolongan Tuhan memang ada untuk kita namun kadang kita terlalu sibuk dan berekspektasi secara rumit untuk menyadarinya. Apa ini mungkin karena saya merupakan pribadi yang mudah dibahagiakan dengan makanan enak? 😀
Menjelang sore, di saat terik panas sudah ikut membuat alasan saya menjadi lelah, tiba-tiba turunlah hujan. Hujan yang sebentar namun menjawab pertanyaan akhir-akhir ini yang muncul, “Kapan ya hujannya turun?” Wangi hujan bercampur tanah menyadarkan saya lagi akan kasihNya Tuhan yang membawa kesejukan untuk tanah yang gersang, atmosfer yang panas.
Ah… Tuhan mengapa Engkau terlampau baik padaku? Tanya saya dalam doa di sore hari sebelum pulang. Di rumah bahkan saya membaca pesan dari Ibu saya yang siap mengirimkan bakso kesukaan saya esok hari.
Bahagia itu selalu sederhana. Penghiburan Tuhan akan lara yang ada juga berbanding lurus dengannya. Terima kasih Tuhan! 🙂