Tanggal 29 Oktober 2012 adalah hari yang bersejarah buat pernikahan kami. Saya mengatakan ini sebagai satu sejarah karena kami berhasil mendapatkan satu hal yang sudah begitu lama kami tunggu, yaitu appraisal KPR untuk rumah idaman kami. Yipiiie!
Hal yang membuat saya bahagia bukanlah jumlah nominal yang kami dapatkan melainkan bagaimana Tuhan mengizinkan kami berproses dalam penantian yang cukup lama ini.
Sekitar bulan Februari, kami memiliki impian untuk mulai membangun investasi tanah di daerah Yogyakarta. Mas Supri memang memiliki impian untuk tinggal di daerah Yogyakarta walaupun saya masih belum 100% sreg dengan kota Yogyakarta (padahal saya lahir di kota tersebut loh :)) Namun pada waktu itu mengingat luas tanahnya yang cukup luas, saya mulai memikirkan kemungkinan tersebut. Beberapa kali melihat lokasinya, saya pun mengumpulkan nyali untuk tinggal di daerah tersebut.
Berbekal dari hal ini saya pun berbincang dengan rekan saya yang berprofesi sebagai Arsitek. Tanpa sengaja ia menyinggung soal harga properti yang akan meningkat di bulan April karena pada waktu itu sedang gencarnya issue BBM akan naik. Beberapa saat dari perbincangan saya dengan teman saya tersebut, saya iseng mengajak Mas Supri untuk berjalan-jalan di satu daerah perumahan dimana Pakde saya bekerja sebagai Pengawas Bangunan. Hari itu adalah hari Minggu di bulan Maret dan biasanya Kantor Pemasaran tutup namun saat itu buka. Kami pun berbincang dengan salah satu marketing yang ada. Kalau dipikir, tindakan kami tersebut sangat nekat karena uang untuk membayar DP saja kami belum punya namun entah kenapa saya merasa ada chemistry yang terjalin dengan daerah tersebut.
Daerah perumahan tersebut masih baru namun developernya ternama bahkan membangun satu perumahan elite di Malang. Saya yakin pada saat itu Mas Supri pun punya chemistry yang sama. Kalau kami mau membooking kavling yang ada, maka kami diminta untuk memberikan tanda jadi keesokkan harinya dan DP tahap 1 di minggu depannya. Kami lantas sepakat untuk menggunakan uang tabungan yang kami rencanakan untuk liburan tengah tahun digunakan sebagai tanda jadi. Kemudian untuk DP tahap 1 nya, saya harus berkata jujur kepada Mas Supri bahwa sebenarnya saya menyembunyikan sejumlah nominal uang yang tadinya hendak saya gunakan untuk membeli satu hadiah untuk Mas Supri yang menurut saya cukup mahal. Mas Supri pun langsung mengatakan bahwa ia tidak perlu hadiah tersebut dan akan lebih senang jika uangnya untuk DP 1. Akhirnya saya pun menggunakan tabungan saya ditambah usaha Mas Supri untuk mencairkan Paypalnya. Begitulah semuanya seolah terjadi. Kami belum punya bank bahkan untuk memberikan kredit bagi kami namun saya merasa Tuhan mendukung usaha kami ini.
Dalam perjuangan memenuhi DP tahap 2 dan 3 juga dipenuhi rintangan. Dari pencairan tabungan Mas Supri yang tidak bisa sesuai target sampai kebutuhan yang begitu banyak namun Tuhan tidak pernah meninggalkan kami dan senantiasa memberikan pertolongan tepat pada waktunya sehingga kami dapat melunasi DP yang diminta oleh pihak developer.
Masalah tidak berhenti sampai pelunasan DP karena kami belum mendapatkan bank yang dapat memberikan kami kredit untuk membeli rumah. Kami bersyukur karena Tuhan memberikan kami developer yang begitu sabar dan baiknya dalam mencarikan bank yang cocok untuk kami. Pokok permasalahan pada waktu itu adalah usaha Mas Supri yang belum memiliki SIUP menjadi masalah. Selain itu di Indonesia, pekerjaan sebagai wiraswasta masih dipandang sebelah mata. Apalagi sebagai web developer yang masih dianggap pekerjaan yang tidak nyata. Kami berusaha membuat laporan keuangan yang sederhana. Akhirnya ilmu Akuntansi yang saya pelajari dapat terpakai juga dalam proses ini namun karena klien Mas Supri kebanyakkan online dan pihak asing maka sulit untuk membuat verifikasi data yang diharapkan. Ini pelajaran buat kami untuk mau membuat record yang jelas dan valid akan setiap order yang ada. Akhirnya sampai sekarang Mas Supri sudah menggunakan satu program khusus untuk mencatat setiap order dan mencatat setiap order dan mengirimkan invoice setiap bulan kepada klien yang ada.
Bank pertama yang ada menawarkan tawaran yang menarik. Bunga rendah dan tetap selama 55 bulan. Kami pun langsung mengajukan aplikasi dan langsung ditolak. Jujur kami kesal pada waktu itu karena kami berdua merupakan nasabah dari bank tersebut dan setiap bulannya telah melakukan transaksi yang cukup sering. Mas Supri sendiri tercatat sebagai Nasabah Gold yang seharusnya mendapatkan privilege dari keanggotaannya yang sudah 8 tahun. Alasannya usaha Mas Supri tidak memenuhi persyaratan yang mereka tentukan. Bahkan untuk menjelaskan dan mempresentasikan usahanya, Mas Supri tidak diberi kesempatan.
Pada tahap ini saya berpikir apakah mungkin ini dapat dilalui? Sambil berpikir demikian, saya membaca satu quote yang berbunyi demikian,
Forget all the reasons why it won’t work and believe the one reason why it will
Waktu itu banyak sekali hal yang membuat semuanya ini tidak akan mungkin tercapai tapi satu hal yang membuat saya yakin adalah penguatan Tuhan yang membuat segala sesuatu dapat terjadi dan tidak ada yang mustahil.
Ada satu hal yang kami lakukan selama proses penantian tersebut. Kami biasanya datang ke tanah dimana rumah tersebut akan dibangun dan berdoa di sana. Kami berdoa untuk proses yang sangat sulit tersebut. Saya terinspirasi dari satu cerita dari Espresso for a Woman’s Spirit. Semakin hari kami semakin yakin bahwa Tuhan punya rencana yang indah untuk kami.
Bank pertama gagal. Kegagalan juga menghampiri ketika kami mengirimkan aplikasi kami ke bank kedua hingga keempat. Satu lagi menolak dengan jelas. Dua lagi sampai saat ini tidak ada kabar sampai kami diminta untuk mengajukan aplikasi ke BTN. Jujur saat itu saya sempat hambar dan pesimis namun proses dengan BTN begitu cepat. Pihak marketing datang untuk melihat dan mendengarkan presentasi Mas Supri, kemudian wawancara dilakukan. Saat kami melakukan tahap wawancara, saya bahkan bertanya kemungkinannya. Pihak legal menyatakan bahwa dari laporan keuangan mencukupi dan memenuhi syarat untuk pengajuan kredit yang kami butuhkan namun kami diminta menunggu keputusannya. Saya bahkan berkata bahwa hal ini juga disampaikan oleh semua bank sebelum BTN bahwa laporan keuangan cukup namun tetap saja mereka menolak kami karena usaha yang dianggap tidak masuk akal. Sekali lagi BTN menegaskan bahwa kemungkinan tetap ada karena usaha sekecil apapun pasti diperhitungkan oleh BTN. Saya pun berusaha untuk percaya.
Kabar gembira menghampiri dan mengatakan bahwa appraisal kredit sudah keluar. Waktu itu sekitar bulan Juni. Kami sangat senang dan langsung memberi kabar keluarga dan teman terdekat. Waktu ini karena rencana liburan kami maka kami meminta realisasi dilakukan setelah kami pulang. Beberapa hari sebelum pulang ke Malang, kami pun menghubungi pihak developer dan menanyakan waktu realisasi. Terkejutlah kami karena pihak developer mengatakan appraisal dipending karena perubahan sistem jaringan dari pusat. Kami pun terdiam dan terkejut. Sedih, kecewa, dan bingung, namun satu sisi hati saya tetap berteriak bahwa Tuhan punya rencana dan rencananya indah. Saya pun sempat mengetweet Mas Supri dengan berkata,
This is not a condition that I want but… I am sure something will be explained by His providence and guidance.
Saya yakin Mas Supri pun berat menerima hal tersebut namun dengan tetap berlapangdada ia tetap berusaha tersenyum dan menghibur saya. Demikian juga saya mau untuk menjalani setiap hal yang ada dengan Mas Supri.
Kami pun pulang ke Malang dengan perasaan tak menentu. Ketika bertemu dengan pihak developer, kami diminta untuk menunggu, entah sampai kapan. Kebiasaan mendoakan tanah tersebut tetap kami lakukan walaupun sempat tidak rutin. Saya pun sering bertanya kepada Mas Supri apakah ia masih yakin dengan tempat ini dan Mas Supri menjawab bahwa ia masih yakin.
Tidak mungkin Tuhan sejauh ini. Tuhan memberi jalan dan Ia yang akan selesaikan. Bukan kita.
Begitulah Mas Supri. Saya merasa karunia imannya sungguh begitu hebat jika dibandingkan dengan saya yang seringkali ragu ini. Dua bulan berlalu dengan proses yang berat. Makin berat ditambah dengan pertanyaan orang tua yang ada di sekitar kami. Entah Bapak, Mama, Ayah, Mbah, Pakde, Bude, Om, dan Tante. Semuanya bertanya dan kadang menuntut kami untuk membuat keputusan. Bahkan kadang keputusan untuk mundur dari perjuangan yang sudah kami lalui sejauh ini. Satu sisi saya ragu dan ingin mundur namun Tuhan menunjukkan jalanNya kepada saya yang menegaskan bahwa inilah jalan yang benar untuk kami lalui.
Beberapa waktu sebelum realisasi, akhirnya dengan sangat rutin saya menghubungi pihak bank dan developer untuk follow up secepatnya. Saya bersyukur karena pihak yang berhubungan dengan saya merupakan orang yang sangat sabar. Pak Husein dan Mbak Lely dari VPT kemudian Mas Bayu dan Mbak Anita dari BTN. Mereka adalah orang yang sangat berdedikasi dalam melayani saya sebagai pelanggannya. Saya pun bersyukur karena Tuhan memberikan saya kesabaran ekstra (dimana saya sangat sulit untuk sabar pada suatu hal yang tidak jelas).
Akhirnya setelah hampir 3 bulan dari proses pendingnya BTN, Mas Supri pun dihubungi jika appraisal sudah dilakukan dan akad kredit akan segera dilakukan. SURPRISE! Ketika Mas Supri mengabarkan hal ini di kelas saya saat sore hari ia menjemput saya, saya hanya terdiam dan menitikkan air mata. Air mata terharu akan kebesaran Tuhan dalam hidup saya. Dalam hidup kami. Sekaligus air mata sedih karena seringkali saya mempertanyakan Tuhan akan janjiNya.
Sebelum realisasi dan akad kredit, saya bersepakat dengan Mas Supri untuk tetap menyimpan hal ini berdua sampai segala sesuatunya beres. Kami pun bersepakat untuk menulis kisah ini. Sasaran Mas Supri adalah para wiraswasta yang seringkali hopeless akan pengajuan kredit. Sementara saya adalah untuk menyatakan kebesaran Tuhan dalam hidup kami dan tidak ada hal yang mustahil jika kita bergantung penuh padaNya.
Sambil menulis tulisan ini, saya memikirkan quote yang saya temukan di awal kisah perjuangan ini. Tentang satu alasan yang membuat segala sesuatunya mungkin. Satu alasan tersebut adalah penyertaan Tuhan yang memimpin kami. Itulah yang membuat segala sesuatunya mungkin.
Kalau kami ada di titik sekarang, Mas Supri seringkali bilang, bukan karena usaha Mas, bukan karena kemampuan kita, melainkan karena Tuhan yang menopang. Itulah satu alasan yang membuat segala sesuatunya menjadi nyata.
Perjalanan belum usai. Masih banyak tantangan di depan. Keraguan juga tentunya ada. Namun dengan alasan yang sama saya yakin bahwa kami pasti dapat bertahan.
Malang, 16 November 2012