Jujur… Tadinya saya ingin memberi judul artikel ini Susahnya menjadi Pecinta Kopi Bagi Wanita 🙂 Kenapa saya memilih terminologi unik? Karena menurut saya kata susah itu menandakan rasa tidak bersyukur menjadi wanita. Oleh sebab itu, saya memutuskan untuk memilih kata unik. Bagaimanapun dan dalam keadaan apapun, saya bersyukur dan sangat bangga menjadi seorang wanita :)dan lagian judul pertama kayaknya kepanjangan deh 😀
Beberapa hari belakangan, saya disadarkan betapa keunikkan itu harus dijaga dan diperhatikan. Tepatnya hari Jumat lalu seorang rekan kerja (sudah menikah dan memiliki 1 orang anak) memberikan pendapatnya mengenai kebiasaan saya yang selalu memulai pagi hari dengan kopi.
Katanya, “Kamu sudah harus mulai mengurangi minum kopi loh, Tiara.”
Saya dengan serta merta memberi respon, “Hah? Kenapa?”
“Karena kamu sebentar lagi akan menikah.”
“Apa hubungannya?” tanya saya masih dengan keukeuh.
Lalu beliau pun menjelaskan pernyataannya.
Ya tentu saja kamu harus menghentikan kebiasaan minum kopi karena harus mempersiapkan kandunganmu dengan baik. Konsumsi kafein yang ada dalam kopi tidak baik untuk wanita yang akan ataupun sedang hamil.
Berhubung percakapan itu dilakukan beberapa saat sebelum morning devotion, maka kami pun menghentikan percakapan tersebut.
Habis devotion, di sela-sela membuat weekly report, saya pun langsung searching bahaya minum kopi bagi wanita dengan harapan asumsi orang-orang tidak 100% benar (ngarep.com). Ada sih ya artikel yang mendukung pecinta kopi dan mengatakan bahwa kopi itu sebenernya sah2 saja asalkan dikonsumsi dalam kadar yang pas.
Tapi masalahnya kebanyakkan artikel dan kebanyakkan riset mengatakan bahwa kopi itu tidak baik untuk wanita muda seperti saya 🙁
Nah ini dia nih, bahaya kopi:
- Memicu hipertensi
- Dapat berpengaruh terhadap kesuburan jika dikonsumsi dengan alkohol
- Osteoporosis (khususnya wanita dalam tahap menopause)
- Mengikis zat besi yang sangat dibutuhkan bayi
- Bisa menyebabkan kanker payudara
Dalam Reader`s Digest edisi Desember 1994, yang mengutip laporan penelitian yang di biayai The USA National Institute of Child Health and Human Development dan The US Institute on Drug Abuse, memberitakan bahwa wanita yang mengkonsumsi 300 mg kafein setiap harinya memiliki kesempatan 27 persen lebih rendah untuk hamil dibandingkan dengan mereka yang terbebas darinya. Meski mekanismenya belum diketahui pasti, sebuah hipotesis menyatakan, kemungkinan substansi ini dapat menurunkan level hormon-semisal estrogen-hingga mempengaruhi ovulasi.
Sumber: http://www.lintascerita.com/2011/01/bahaya-minum-kopi.html#ixzz1H9WQbe2O
Sebenernya banyak temen sih yang dari dulu mengingatkan saya untuk ga sering-sering minum kopi. Tiga orang di antaranya adalah: Lacitra Natasa (bahkan saya masih simpen note anjuran dia buat saya), Lastiur Sitompul (yang selalu mengambil perannya Mamanya dan menjadi suster buat saya), dan Sri Rejeki Haulian Ginting alias Qieqie (yang selalu mengajak saya minum teh aja daripada ngopi). Sementara urid yang tiada bosan mengingatkan saya adalah Imelda Tjiptokesumo (hahahaha, lucu deh kalo inget omelan dia :D) Tapi jujur aja sih mereka semua ga mempan ngomelin dan ngingetin saya.
Kenapa? Karena saya berfokus sama keinginan diri saya sendiri. Buntutnya nih, tiap akhir semester asam lambung saya selalu naik akibat konsumsi kopi berlebih dan saya masih aja ga berhenti.
Terus kenapa omongan teman saya di hari Jumat ini saya dengarkan dan membuat saya berkomitmen untuk berhenti minum kopi? Karena saya mulai memikirkan keselamatan pihak lain dan tidak ingin merugikan mereka akibat kebandelan saya.
Kalau dibilang soal hamil dan punya anak, belum bener-bener kepikir sih tapi tentunya melintas. Percuma aja deh kami menghamburkan uang dengan tes kesehatan ini-itu tapi kalo saya bandel dan tetep minum kopi. Jadilah sekarang saya berkomitmen berhenti minum kopi (jujur ya, hari ini saya gagal saat coffee break seminar di Grand Palace, hiks)
Dan respon Mas Supri tentang komitmen saya adalah:
“Nanti ga ada yang nemenin mas minum kopi dong” (berhubung dia juga coffeelover)
“Ya, adek minum jus buah :)” (sahut saya riang)
“Emang di *buck ada jus buah?” (tanyanya lagi)
dan saya pun terdiam sejenak… Kuat ga ya saya nahan godaan caramel frappuccino yang manis dan segar itu? Akhirnya saya pun menjawab.
“Ya kan ga sering-sering juga ke *buck…” (timpal saya)
“Iya ya sayang… Di Malang kan belum ada ya?” (masih berusaha bertanya lagi).
Saya pun kembali bersyukur kalau mengingat di Malang belum ada Starbuck. Padahal selama ini saya pengen banget tuh ada Starbuck atau JCO gitu… 🙂
Dan saya juga bersyukur sih kalau harga kopi di *buck mahal… Setidaknya itu akan meminimalisasi saya untuk sering-sering ke sana. Artinya kedua hal ini menjaga komitmen saya untuk tidak minum kopi 🙂
Pada akhirnya Mas Supri mengomentari dengan benar juga sih perihal kebiasaan saya ini. “Ya emang untuk ukuran cewek adek tuh ngopi terlalu sering…” (akhirnya jujur juga :D) dan yang pasti mendukung komitmen saya ini walaupun tetap mengajak sekali-kali ke *buck (hehehehe)
Kesimpulannya, kebiasaan apapun yang sebenernya tidak terlalu baik untuk kesehatan jasmani maupun rohani, bisa kita usahakan untuk hilang. Biasanya kita akan lebih mudah untuk meninggalkan hal favorit tapi ga sehat itu jika kita mengingat kepentingan orang-orang yang kita sayangi ketimbang memikirkan diri kita sendiri.
Lewat artikel ini saya mau mengajak juga jangan sampai keunikkan kita jadi hilang atau rusak hanya karena kebiasaan buruk kita 🙂 We can be a better person with a better habit!