Finally… Sepertinya sudah genap dua minggu saya tidak update tulisan apa-apa. Alasan pertama 2 minggu kemarin, saya sedang galau (haha!). Kurang pas rasanya menulis tanpa kesimpulan yang pasti. Masih ada tuh draftnya saya simpen… Alasan kedua, saya minggu kemaren pulkan. Pulkan loh… bukan pulkam… Ada yang tau pulkan itu apa? Pulkan adalah singkatan dari pulang kandang… hahahahaha… istilah pribadi saya. Saya jadi membayangkan menjadi seekor ayam yang harus pulang ke kandangnya tiap sore, hehehe… Anyway, cuma 4 malam dan saya merasa itu kurang. Kurang banget tepatnya. Alhasil beberapa jam setelah kepulangan saya, saya sudah cagesick… biasanya sih homesick… 😀
O iya, sekedar informasi, kalau beberapa waktu lalu, web developer saya, a.k.a tunangan saya mengganti format comment. Kalau sebelumnya terkoneksi dengan facebook, sekarang tidak lagi. Alasannya biar lebih enak aja sih jadi ga usah konek ke fb dulu. Saya mau berbagi cerita saat minggu kemarin.
Akhirnya saya berhasil makan dimsum yang enak… Nyam… nyam… nyam… Di tempat favorit saya lagi 🙂 Jadi minggu kemarin saya main ke Lippo Karawaci, tempat kenangan saya selama 4 tahun kuliah di sana. Saya janjian sama Mas Supri sih tapi sebelumnya saya bertemu dengan salah satu sahabat saya yang biasa saya panggil Partner. Beliau ini heboh banget loh… Bahkan kadang kalo saya udah terlalu risih sama kehebohannya, saya pasti protes, hehehehe.
Kamipun duduk di salah satu kedai makanan di sudut Benton Junction. Saya memesan siomay. Sementara Partner cuma pesen onde-onde isi pandan. Saya jadi merasa bersalah, hehe. Eh btw… tempat kami makan itu tempat saya sama Mas Supri jadian loh 😉 Kami pun berbincang bersama dimsum di antara, kami. Ternyata waktu itu kami berdua sedang dilanda suatu pergumulan. Kami dihadapkan pada dua pilihan yang sulit. Intinya kedua pilihan yang kami miliki itu memiliki kelebihan yang sama-sama kuat dan layak diperjuangkan.
Btw, ternyata Partner saya sedang puasa daging sambil mendoakan keputusannya tersebut. Oh! Sungguh berbeda dengan saya yang walaupun sedang dilanda kebingungan, makan tetap banyak 😀 Bahkan di tengah pembicaraan saya memesan satu porsi hakau, hehehehehe. Kesamaan kami juga kami harus mengorbankan air mata kami demi keputusan yang akan kami ambil. Partner sempat menangis ketika ditegur oleh teman dekatnya tentang keputusan yang dianggap terlalu egois. Sementara saya juga sempat menangis malam sebelumnya ketika membicarakan keputusan dengan Mas Supri. Sesungguhnya dalam hati kecil kami masing-masing saat itu, sudah ada suatu keputusan yang hendak kami ambil. Hal yang mengganjal adalah pilihan tersebut kurang populer. Jika dinilai secara materi ataupun kasat mata, pasti nilainya kecil. Orang akan sangat mudah meminta saya untuk mengambil pilihan lain jika ada. Namun, saya bersyukur Mas Supri mengingatkan saya di malam sebelumnya via telepon,
Kalau Adek mau ambil keputusan, jangan pernah memberatkan materi. Setiap hal itu ada berkatnya masing-masing…
Selain itu Partner saya juga mengatakan,
Kadang kita merasa penderitaan kita itu paling besar sehingga kita memilih jalan lain padahal kalau dipikir, penderitaan kita itu belum ada apa-apanya….
Saya pun setelah mendengar sharing Partner saya yang awalnya memutuskan untuk mengambil suatu keputusan karena lebih “mudah” untuk dirinya memberikan pendapat,
Partner… itu tuh cuma bakal jadi kenikmatan sesaat aja. Beneran deh. Kalau keputusan itu yang lu ambil, pasti nantinya lu bakal bosen juga. Hidup kita akan berarti kalau bisa berbagi dan bersosialisasi sama orang lain apalagi lu orangnya sociable banget
Kesimpulannya: Sangat mudah memberi nasihat buat orang lain tapi susah melaksanakan buat diri sendiri (hehe)
Bukan itu sih kesimpulan saya 🙂
Well, akhirnya memang saat itu saya sudah memutuskan untuk mengambil keputusan yang tidak populer namun memberikan suatu kedamaian di hati saya. Mungkin banyak orang akan bilang saya terlalu naif dan klise. Itu pendapat masing-masing orang atas keputusan yang kami ambil. Banyak hal yang kami (saya dan Mas Supri) yakini bahwa keputusan yang tidak populer ini adalah keputusan yang tepat. Tepat karena kami memiliki alasan yang kuat dan menurut kami alasan tersebut memiliki nilai abadi dibanding materi.
Ngomong-ngomong soal materi, ada satu perbincangan lucu antara oknum-oknum di sekitar saya 🙂
Oknum 1: “Kamu kan pinter masak, kenapa nggak buat restoran aja sih?” (penuh semangat)
Oknum 2: “Ah, ya nggak mau. Bapakku bilang bikin restoran itu untung perbulannya paling banter cuma 200 juta. Bapakku mana mau? Bapakku maunya pasti yang Milayaran.” (dengan gayanya yang apa adanya namun terkesan sombong)
Oknum 1: “Kamu mau yang untungnya Milyaran? Jualan ganja aja sana!” (ujarnya dengan emosi)
Ini kisah nyata sih tapi nggak usah menebak siapa ya, hehehehe. Cuma contoh ekstrim tapi nyata aja bahwa materi bukan segalanya untuk memutuskan sesuatu.
O iya, saya ingat juga tentang tempat dimana saya makan dimsum ini. Waktu saya sama Mas Supri masih pdkt, hampir tiap minggu kami makan disini. Alasan kami memilih tempat ini karena menunya enak dan ada minuman favorit kami yaitu Ginger Tea. Selain menunya, tempatnya cozy dan cukup enak buat bersantai. Dulu, tempatnya sepi. Bahkan pemiliknya bisa duduk-duduk di salah satu sofa pengunjung sambil BBM-an. Kami bisa makan dan ngobrol di tempat ini hingga 2 jam.
Tapi itu dulu. Ketika beberapa waktu lalu saya dan Mas Supri ke sana lagi, saya sempat BT abis karena sampai harus dua kali bolak-balik karena gak kebagian tempat. Padahal dulu tempat makan ini tidak terlalu populer kalau dibandingkan dengan tempat makan di Benton Junction karena masih relatif baru.
See? Hal yang tidak populer belum tentu akan selamanya tidak populer 🙂 Sampai detik ini, saya yakin atas keputusan yang sudah kami ambil.
Dari sharing bersama dimsum ini, saya juga belajar tentang dimsum. Dim sum sendiri punya arti yaitu sederhana dan makanan kecil. Namun, bukan berarti sesuatu yang sederhana dan kecil ini tidak berarti. Buktinya dim sum bisa melegenda dari Kanton sampai Indonesia. Bahkan di Jakarta ada loh tempat-tempat yang menjual dim sum 24 jam (padahal waktu makan seharusnya kan pas breakfast atau brunch ;))
Suatu saat, sesuatu yang kecil dan sederhana bisa menjadi legenda yang abadi 🙂
Itu sekilas tentang cerita saya mengenai keputusan dan dim sum. Semoga cerita ini bisa menginspirasi dalam mengambil keputusan. Terkadang kita seperti melawan arus dalam keputusan yang kita ambil. Tapi percaya deh, ada kalanya kita harus melawan arus tersebut untuk hal terbaik yang sudah dipersiapkan buat kita 🙂 Happy making decisions! 😉
By the way, pas saya minta bill, ternyata saya ditraktir loh, hehehehehe. Thank you, Partner! 🙂